Cari di Blog Ini

Fauzan, Sukses di Bisnis Lele Sangkuriang


KOMPAS.com - Berani mencoba alias tidak takut gagal adalah prinsip yang mengantarkan Fauzan Hangriawan sukses menjadi pengusaha lele sangkuriang di Jakarta. Dengan modal terbilang mini, pemilik Sylva Farm Bangun Bangsa ini berhasil mengembangkan bisnis lele hingga meraup omzet ratusan juta sebulan..
Pria kelahiran Pontianak 26 tahun silam ini memang doyan berbisnis sejak masih remaja. Ketika duduk di bangku SMP di Lampung, Fauzan kerap membantu orang tuanya berjualan kelapa dan beras. Lalu, sejak SMA, dia memberanikan diri membuka bisnis sendiri. Mulai dari berjualan sepatu, kuliner, hingga usaha percetakan, dilakoninya.
Meski bisnis itu tidak pernah bertahan lama, Fauzan tidak kapok mencoba. Pada 2009, pria lulusan Fakultas Hukum Universitas Atmajaya, Jakarta, ini kembali mencoba bisnis baru yang belum pernah digeluti sebelumnya, yakni membudidayakan lele. "Pengetahuannya saya tentang budidaya lele sangat terbatas waktu itu. Tapi, saya bertekad mencobanya," ceritanya.
Bermodal Rp 1,5 juta dari kocek sendiri, dia membelanjakan 1.000 bibit lele, pakan lele, dan terpal untuk pembuatan kolam di belakang rumah. Lantaran, belum tahu banyak soal budidaya lele, tingkat kematian lele sangat besar. Ketika itu, hanya 40 persen bibit lele yang mampu bertahan.
Meski begitu, selang tiga bulan, Fauzan berhasil menikmati hasil panen pertamanya sebanyak 40 kg lele. Melihat hasil yang cukup menggiurkan, Fauzan memutuskan untuk serius menggeluti budidaya lele sangkuriang. Tak heran, dia belajar lebih mendalam soal budidaya lele.
Apalagi, kata Fauzan, kala itu, lele sangkuriang merupakan varietas yang unggul. Bahkan, hasil riset pemerintah yang ia baca menyebutkan, masa panen jenis lele ini lebih cepat, yakni hanya dua bulan. Daya tahan terhadap penyakit dan perubahan suhu pun lebih baik dibandingkan jenis lain, seperti lele dumbo.
Fauzan tidak sendiri mengembangkan bisnis lele sangkuriang. Selain mempekerjakan delapan karyawan, dia juga bermitra dengan 30 petani binaan di Jakarta dan Bogor melalui sistem kolam plasma. "Saya mendampingi mereka, sehingga hasil panen bisa maksimal,” ujarnya.
Kini, dalam sebulan, Sylva Farm bisa memproduksi 600.000 ekor bibit lele. Harga bibit ditentukan berdasar ukuran. Misal, bibit berukuran 5-6 centimeter (cm) dibanderol Rp 160 per bibit. Sementara, bibit ukuran 7-8 cm dijual Rp 200 per bibit.
Tak hanya itu, saban hari, Fauzan juga memproduksi 3- 4 kuintal lele berukuran siap konsumsi seharga Rp 17.000 per kilogram. Jadi, saban bulan, dia bisa mengantongi omzet sekitar Rp 200 juta. Pelanggannya tak hanya tersebar di wilayah Indonesia, tapi juga dari Bangladesh dan Malaysia.

Dari hobi
Kisah sukses Fauzan Hangriawan berbisnis lele, sejatinya berawal dari hobi. Sejak remaja, dia suka memelihara ikan air tawar. Belakangan, dia juga melihat prospek bisnis lele sangat menjanjikan. Meskipun sudah cukup banyak yang terjun ke usaha pembibitan lele, namun permintaan terus tumbuh.

Kala itu, karena tidak puas dengan hasil panen lele perdananya, Fauzan berupaya mencari cara supaya ternak lelenya bisa berkembang. Pada November 2009, ia mulai berguru pada Nasrudin, petani lele sangkuriang di Bogor.

Nah, dari Nasrudin pula, Fauzan melihat peluang keuntungan yang lebih besar dari jenis lele sangkuriang. Supaya lebih mahir memelihara jenis lele ini, dia belajar langsung dari pusat lele sangkuriang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar, Sukabumi.

Banyak hal baru yang diperoleh Fauzan dari hasil belajar kepada Nasrudin. Sudut pandangnya pun berubah. Yang tadinya hanya sekadar menyalurkan hobi beternak, kini ia memandang bisnis dari sudut yang lebih luas. Secara teknis, siklus panennya pun semakin cepat. Kalau dulu, satu siklus panen butuh waktu tiga bulan, kini menjadi dua bulan saja.

Tak hanya itu, Fauzan juga memiliki visi untuk membantu orang yang menganggur di sekitar rumahnya. "Makanya, saya mulai mengajak mereka terjun ke usaha ini dengan pola kemitraan," tuturnya.

Dia juga terus berusaha menjaga kualitas produksi lele. Alhasil, nama Sylva Farm Bangun Bangsa kian dikenal sebagai pembudidaya lele sangkuriang.
Fauzan juga berupaya meningkatkan pelayanannya kepada pembeli. Dia juga  tidak pelit dan bersedia berbagi ilmu mengenai cara  budidaya lele pada setiap pembeli. “Saya berpikir, setiap orang yang beli benih lele dari saya, harus bisa membudidayakannya sampai panen,” ujarnya.

Seiring berjalannya waktu, cara pemasaran juga dibuat lebih rapih. Fauzan menjual benih lewat internet dan pameran-pameran wirausaha. Dia pun mengaku, tampil di media massa menjadi salah satu cara pemasaran yang ampuh untuk menggenjot penjualan.

Namun, perjalanan mengembangkan bisnis bukan tanpa kendala. Kendala terbesar yang pernah dialami Fauzan adalah kekurangan lahan kolam. Maklum saja, lahan kosong di Jakarta sudah sangat jarang. Maka Fauzan akan mengembangkan usahanya di Bogor. Meski cukup jauh dari kediamannya, Fauzan melihat potensi daerah ini cukup besar.

Kesulitan lainnya yang kerap dialami adalah kondisi cuaca. Pria 26 tahun ini bilang, perubahan suhu atau cuaca yang kerap tak menentu sering merepotkan. Misalnya, saat musim hujan, air hujan membawa kandungan asam. Ketika air hujan dengan derajat keasaman cukup tinggi itu jatuh ke kolam lele,  tingkat keasaman alias pH air pun akan berubah.

"Standar keasaman pH air untuk kolam lele itu harus 6 - 8, tapi saat hujan turun, pH-nya bisa turun ke level 5. Ini bisa mengakibatkan kematian pada lele,” bebernya.

Kendala lainnya, yaitu karakter pembudidaya. Menurut Fauzan, tidak semua petani punya perhatian khusus pada lele yang dipeliharanya. "Ini tantangan bagi saya, mengubah petani menjadi pebudidaya yang memiliki rasa kasih sayang terhadap lele sebagai makhluk hidup," ucapnya.
Menjadi pebudidaya lele sejak tahun 2009, Fauzan Hangriawan kini telah sukses meraup omzet hingga ratusan juta rupiah. Lewat pola kemitraan, usahanya telah membawa dampak sosial yang positif bagi lingkungan sekitarnya.
Fauzan mengaku, kini banyak tetangga yang menjadi mitra binaannya, dan hidup lebih sejahtera. Bahkan, selain petani binaan di Jakarta, Fauzan juga telah merambah di wilayah Bogor, Jawa Barat.
Fauzan menjelaskan, sebelum menjadi petani lele, mitra binaan Fauzan, para petani tersebut dulunya bertanam tanaman palawija. “Saya senang bisa berbagi pada mereka,” tuturnya.
Hingga saat ini, Fauzan rajin melakukan pendampingan usaha kepada para petani binaannya itu. Belakangan ini, ia menyosialisasikan penggunaan teknologi bioflok yang selama ini lebih populer untuk budidaya udang.
Namun, ia sedang mencoba menerapkan bioflok untuk budidaya  lele. “Kalau berhasil, bioflok bisa meningkatkan produksi lele hingga empat kali lipat,” katanya.
Ke depan, ia merencanakan produksi lelenya, termasuk milik mitra binaan bisa mencapai lima hingga 10 ton per hari. Bila produksi lele sudah berhasil digenjot dalam jumlah itu, Fauzan  berniat ekspansi dengan merambah usaha olahan lele.
Salah satu komoditas olahan lele yang kini diliriknya adalah sarden lele. Ia tertarik lantaran produk olahan lele ini belum pernah ada di pasaran. Sementara permintaannya sudah ada. “Kami sudah punya peminat di Taiwan,” ucapnya.
Ia berambisi, rencana ini bisa terealisasi dalam waktu dua hingga tiga tahun mendatang. Untuk mendukung rencana ekspansinya itu, Fauzan pun gencar menggandeng petani sebagai mitra binaan. "Saya mau fokuskan produksi di Bogor, sementara Jakarta pemasaran,” ujarnya.
Wajar kalau Fauzan menargetkan banyak hal ke depan. Soalnya, kinerja usaha nya terbilang cukup maju. Ketekunannya berbuah.  Terbukti, ia pernah menyabet beberapa penghargaan. Dari Bank Mandiri.  Ia keluar sebagai juara pertama Wirausaha Muda Mandiri  2010.
Setahun kemudian,  ia juga mendapat penghargaan Wirausaha Sukses dari Kementerian Koperasi dan UKM.  (Marantina/Kontan)  

No comments:

Posting Populer