JAKARTA - Siapa tidak kenal ikan lele? Mulai
dari sajian tradisional, pecel lele hingga diolah dalam rupa modern,
lele kerap digemari oleh beragam usia dan kalangan. Tidak mau kalah,
tiga mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) pun hadir
menawarkan inovasi kuliner lele yang cukup menggoda.
Adalah Galih Pradana, Zulvah, dan Okki Anugrah Putra yang tergabung dalam tim Lelebay Nugget. Sejak masih berstatus mahasiswa baru, tiga sekawan ini telah mencoba berbisnis. Mulai dari peternakan lele hingga kini menghadirkan nugget lele.
"Awalnya kami mencoba berbisnis dalam bidang peternakan lele. Namun karena terjadi suatu hal pada waktu penjualan, akhirnya bisnisnya tidak jalan. Barulah banting setir ke bidang kuliner, Nugget Lele," ujar Zulvah, seperti dilansir ITS Online, Selasa (26/2/2013).
Menurut Zulvah, menjadikan ikan lele menjadi makanan seperti nugget justru membuat nilai rasa dan penjualan ikan lele semakin tinggi. Meskipun hanya mengubah bentuk, nugget lele tidak kalah dalam hal kandungan nutrisi dan gizi. Selain itu, inovasi tersebut juga membuat kebermanfaatan ikan lele semakin besar. Pasalnya, saat ini jenis ikan lele yang sering dicari adalah yang berukuran kecil atau sedang. Sebab, untuk membuat pecel lele atau lalapan, ikan yang dibutuhkan adalah ikan lele yang berukuran tidak besar.
"Kalau lele kecil dan sedang itu satu kilo bisa Rp14 ribu. Sementara yang paling besar cuma Rp12 ribu. Apalagi lele berukuran besar itu kurang diminati. Maka, kami beli ikan lele berukuran besar sama seperti ikan yang berukuran kecil, jadi kan sama-sama bisa memberi manfaat," ungkapnya.
Bisnis Nugget Lele itu pun diikutkan dalam lomba EURECA kategori Business Plan Competition di kampus Prasetya Mulya, Tangerang. Lolos sebagai finalis, tim Lelebay Nugget pun berangkat ke Tangerang untuk berhadapan dengan beberapa tim dari Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Negeri Semarang (Unnes), Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, maupun perwakilan tuan rumah.
Sebagai persiapan untuk tampil ajang tersebut Zulfah mengaku, lebih menekankan pada bidang produk. Jauh-jauh hari sebelum diumumkan masuk finalis, Zulfah dan kawan-kawan menawarkan produk tersebut sejumlah responden untuk menanyakan pendapat mereka terhadap nugget lele itu.
"Ada yang bilang kurang asin, rasanya seperti cireng, dan lainnya. Semuanya kami tampung untuk menghasilkan rasa yang benar-benar pas dan dapat diterima oleh masyarakat banyak," urai mahasiswi angkatan 2010 itu.
Dia menambahkan, penilaian pada perlombaan tersebut menekankan pada bidang sosialnya, yaitu aspek kebermanfaatan dan aspek keberlanjutan produk tersebut. Aspek kebermanfaatan, yakni lebih berkonsentrasi pada bagaimana produk tersebut bisa bermanfaat pada orang lain di sekitar.
Sedangkan aspek keberlanjutan sendiri mengenai bagaimana proses selanjutnya setelah ajang lomba tersebut selesai. "Keberlanjutan itu tidak hanya sekedar dari segi bisnisnya, tetapi juga apakah kira-kira bisnisnya ini bisa bertahan sampai selanjutnya atau cuma untuk mengikuti lomba, setelah selesai tidak dilanjutkan lagi," papar dara berkerudung itu.
Sebagai bukti, tim Lelebay Nugget ini telah menjadi wirausaha yang telah berkelanjutan. Mereka mampu membangun kolam lele, lemari es, serta alat-alat memasak yang lain. Setelah kompetisi tersebut, banyak tawaran yang datang kepada Lelebay Nugget untuk menjadi reseller.
Namun, untuk saat ini, mereka bertiga sepakat untuk menolak tawaran tersebut. Pasalnya mereka masih harus mengembangkan produk tersebut. "Nugget ini makanan yang tidak tahan lama karena tidak diberi bahan pengawet. Jadi, lewat satu hari saja sudah berubah bentuk dan rasanya. Makanya kami fokus untuk mengembangkan sendiri di sini," tutup mahasiswi asal Tuban tersebut.
(mrg)
Adalah Galih Pradana, Zulvah, dan Okki Anugrah Putra yang tergabung dalam tim Lelebay Nugget. Sejak masih berstatus mahasiswa baru, tiga sekawan ini telah mencoba berbisnis. Mulai dari peternakan lele hingga kini menghadirkan nugget lele.
"Awalnya kami mencoba berbisnis dalam bidang peternakan lele. Namun karena terjadi suatu hal pada waktu penjualan, akhirnya bisnisnya tidak jalan. Barulah banting setir ke bidang kuliner, Nugget Lele," ujar Zulvah, seperti dilansir ITS Online, Selasa (26/2/2013).
Menurut Zulvah, menjadikan ikan lele menjadi makanan seperti nugget justru membuat nilai rasa dan penjualan ikan lele semakin tinggi. Meskipun hanya mengubah bentuk, nugget lele tidak kalah dalam hal kandungan nutrisi dan gizi. Selain itu, inovasi tersebut juga membuat kebermanfaatan ikan lele semakin besar. Pasalnya, saat ini jenis ikan lele yang sering dicari adalah yang berukuran kecil atau sedang. Sebab, untuk membuat pecel lele atau lalapan, ikan yang dibutuhkan adalah ikan lele yang berukuran tidak besar.
"Kalau lele kecil dan sedang itu satu kilo bisa Rp14 ribu. Sementara yang paling besar cuma Rp12 ribu. Apalagi lele berukuran besar itu kurang diminati. Maka, kami beli ikan lele berukuran besar sama seperti ikan yang berukuran kecil, jadi kan sama-sama bisa memberi manfaat," ungkapnya.
Bisnis Nugget Lele itu pun diikutkan dalam lomba EURECA kategori Business Plan Competition di kampus Prasetya Mulya, Tangerang. Lolos sebagai finalis, tim Lelebay Nugget pun berangkat ke Tangerang untuk berhadapan dengan beberapa tim dari Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Negeri Semarang (Unnes), Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, maupun perwakilan tuan rumah.
Sebagai persiapan untuk tampil ajang tersebut Zulfah mengaku, lebih menekankan pada bidang produk. Jauh-jauh hari sebelum diumumkan masuk finalis, Zulfah dan kawan-kawan menawarkan produk tersebut sejumlah responden untuk menanyakan pendapat mereka terhadap nugget lele itu.
"Ada yang bilang kurang asin, rasanya seperti cireng, dan lainnya. Semuanya kami tampung untuk menghasilkan rasa yang benar-benar pas dan dapat diterima oleh masyarakat banyak," urai mahasiswi angkatan 2010 itu.
Dia menambahkan, penilaian pada perlombaan tersebut menekankan pada bidang sosialnya, yaitu aspek kebermanfaatan dan aspek keberlanjutan produk tersebut. Aspek kebermanfaatan, yakni lebih berkonsentrasi pada bagaimana produk tersebut bisa bermanfaat pada orang lain di sekitar.
Sedangkan aspek keberlanjutan sendiri mengenai bagaimana proses selanjutnya setelah ajang lomba tersebut selesai. "Keberlanjutan itu tidak hanya sekedar dari segi bisnisnya, tetapi juga apakah kira-kira bisnisnya ini bisa bertahan sampai selanjutnya atau cuma untuk mengikuti lomba, setelah selesai tidak dilanjutkan lagi," papar dara berkerudung itu.
Sebagai bukti, tim Lelebay Nugget ini telah menjadi wirausaha yang telah berkelanjutan. Mereka mampu membangun kolam lele, lemari es, serta alat-alat memasak yang lain. Setelah kompetisi tersebut, banyak tawaran yang datang kepada Lelebay Nugget untuk menjadi reseller.
Namun, untuk saat ini, mereka bertiga sepakat untuk menolak tawaran tersebut. Pasalnya mereka masih harus mengembangkan produk tersebut. "Nugget ini makanan yang tidak tahan lama karena tidak diberi bahan pengawet. Jadi, lewat satu hari saja sudah berubah bentuk dan rasanya. Makanya kami fokus untuk mengembangkan sendiri di sini," tutup mahasiswi asal Tuban tersebut.
(mrg)
No comments:
Post a Comment