Sejak krisis ekonomi tahun 1998, kebutuhan ikan lele meningkat dengan
cukup pesat. Sebab konsumen daging sapi banyak yang baralih ke daging
ayam, sementara konsumen daging ayam banyak yang pindah ke ikan. Dan
ikan yang paling banyak diminta konsumen adalah lele. Sebab dibanding
dengan ikan mas, nila dan patin, maka harga lele termasuk paling rendah.
Lebih-lebih dengan gurami. Harga per kg. ikan mas saat ini Rp 15.000,-
ditingkat konsumen. Sementara hargalele hanya Rp 9.000,- dan gurami
mencapai Rp 25.000,- per kg. Produksi ikan lele, sebagimana halnya ikan
mas, sudah merupakan agroindustri. Pola spesifikasi hulu tengah hilir
sudah berjalan cukup baik. Pada bagian hulu ada industri pakan dan
pembenihan. Di bagian tengah pembesaran ikan konsumsi dan pemeliharaan
calon induk, serta di bagian hilir hanyalah sebatas distribusi dan
perdagangan. Sebab daging ikan lele tidak lazim diolah dan diawetkan.
Konsumsi ikan lele hanyalah sebatas segar (hidup) untuk digoreng
(termasuk pecel lele) atau dimasak basah (mangut).
Industri hulu
pembenihan lele, dibagi menjadi tiga spesifikasi. Pertama produsen
burayak, yakni anak ikan ukuran di bawah 1 cm. Pada bagian ini, peternak
akan melakukan pemijahan induk secara buatan, menetaskan telur di
akuarium, kemudian membesarkan anak ikan dalam bak-bak pembesaran sampai
mencapai ukuran sekitar 1 cm. Burayak ini selanjutnya akan dibesarkan
dalam bak-bak berukuran lebih besar sampai mencapai ukuran kebul, yakni
benih ikan berukuran antara 1 sd. 3 cm. Selanjutnya kebul akan
dibesarkan lagi dalam kolam atau bak yang berukuran lebih besar lagi,
hingga mencapai ukuran antara 3 sd 5 cm. yang disebut sebagai putihan.
Saat ini putihan lele banyak yang berukuran 7,5 sd. 10 cm. Hingga
pembesaran lele konsumsi bisa dipersingkat antara 1 sd. 3 bulan saja.
Yang dimaksud sebagai bak pembesaran, bukanlah bak permanen dari batu
bata dan semen atau beton. Bak tersebut hanya berupa batu bata yang
ditata membujur sebagai dinding setinggi 50 cm, hingga membentuk segi
empat dengan ukuran sesuai volume benih yang akan dibesarkan.
Kadang-kadang dinding bak tersebut hanya berupa papan yang diperkuat
kaso. Sebagai dasar bak, dihamparkan pasir yang kemudian diratakan serta
dipadatkan. Bak darurat itu lalu dilapis plastik.
Air yang
digunakan hanyalah air sumur biasa, air dari kali atau sumber air
lainnya. Peralatan yang sangat penting adalah pompa sedot yang
dihubungkan dengan filter. Air dalam bak darurat itu harus bersirkulasi
dengan bantuan pompa, masuk ke dalam filter untuk menyaring kotoran lalu
dikembalikan ke dalam bak. Teknologi ini sudah biasa dipergunakan oleh
penangkar benih ikan dalam menangani air akuarium. Juga digunakan dalam
kolam-kolam taman di perumahan. Praktis, investasi bak demikian sangat
murah. Nilai paling tinggi hanyalah pada plastik dan pompa. Satu petak
bak ukuran 3 X 5 m. misalnya, hanya akan menghabiskan biaya sekitar Rp
50.000,- apabila kita membangun minimal 5 petakan. Pompa berikut
filternya sekitar Rp 250.000,- yang bisa digunakan untuk sirkulasi bagi 5
petak kolam tersebut. Hingga investasi tiap petaknya hanya sekitar Rp
100.000,- Komponen biaya paling tinggi dalam industri peternakan dan
perikanan adalah pakan. Apabila peternak menggunakan pakan buatan dari
toko, nilainya bisa mencapai 70% dari seluruh komponen biaya. Saat ini
harga pakan buatan sudah sekitar Rp 2.500,- per kg. Karenanya, para
peternak lele biasanya memilih menggunakan pakan ramuan sendiri hingga
marjin yang diperoleh bisa lebih besar dibanding penggunaan pakan buatan
pabrik.
Biasanya, para peternak akan meramu pakan yang terdiri
dari dedak halus (bekatul) 20%, ampas tahu 20%, menir atau jagung giling
20%, dan ayam broiller mati yang dibeli borongan di peternakan ayam
atau ikan rucah yang dibeli di TempatPelelangan Ikan (TPI) sebanyak 35%,
tepung tapioka 5% dan vitamin C serta B Complex. Ayam broiller atau
ikan tadi dibersihkan dan hanya diambil dagingnya. Tulang, jeroan serta
kulit dibuang. Selanjutnya bahan-bahan itu digiling menggunakan gilingan
daging manual. Hasilnya berupa adonan yang liat. Adonan dibentuk
lempengan seperti pempek Palembang lalu dikukus sampai benar-benar
masak. Tanda kemasakan adalah,apabila ditusuk, sudah tidak ada bagian
yang berwarna keputih-putihan. Pakan ramuan sendiri inilah yang
dijadikan menu sehari-hari lele tersebut. Baik yang masih berupa
burayak, kebul, putihan maupun lele konsumsi. Bedanya, pada pakan
burayak, komposisi protein hewaninya diperbesar menjadi 50% dengan
ditambah kuning telur. Telur-telur ini pun merupakan telur afkir yang
kondisinya masih bagus, yang dibeli di pengusaha penetasan telur ayam
maupun itik. Dedak halus, ampas tahu dan menir atau jagungnya dikurangi
hingga masing-masing tinggal 15%.
Pakan berupa "kue kukus"
tersebut bisa tahan disimpan di kulkas sampai dengan 1 minggu. Hingga
produksi pakan yang sangat merepotkan ini bisa dilakukan selang 1 minggu
sekali, 3 hari sekali atau sesuai dengan kesempatan dan kebutuhan. Cara
pemberian pakan cukup dengan ditaruh dalam tampah, nyiru atau nampan
kayu dan dimasukkan ke dalam bak atau kolam. Tampah, nyiru atau kotak
kayu ini dibuat tiga susun. Tampah paling bawah berukuran paling besar,
yang ditengah tanggung dan yang di atas paling kecil. Tiga tampah ini
diikat kawat dengan jarak sekitar 15 cm. dan diberi gantungan untuk
mengikatkannya di tiang pancang, hingga tampah paling atas hanya masuk
ke dalam air sebatas 10 sd. 20 cm. Pakan hanya ditaruh pada tampah
bagian atas. Tetapi karena lele itu akan makan secara berebutan, maka
pakan akan berhamburan dan jatuh pada tampah kedua. Di sini pun pakan
diperebutkan dan kembali berhamburan. Tetapi karena pakan di tampah
kedua hanya merupakan ceceran dari tampah diatasnya, maka yang jatuh ke
tampah ketiga pun volumenya terbatas.
Dengan cara tersebut, pakan
yang jatuh dan masuk ke dalam kolam bisa diminimalkan. Burayak, kebul,
putihan atau lele di kolam pembesaran itu akan langsung berebutan
setiapkali pakan disajikan. Porsi pemberiannya harus pas. Cara untuk
mengukur kebutuhan pakan adalah dengan menaruh pakan sedikit demi
sedikit. Kalau pakan yang ditaruh habis, berarti perlu ditaruh sedikit
lagi. Demikian seterusnya sampai anak lele atau lele konsumsi di kolam
pembesaran itu tidak mau makan lagi. Setelah lele kenyang, maka tempat
pakan itu diangkat agar pakan yang tersisa tidak mencemari kolam.
Pemberian pakan harus dilakukan sesering mungkin. Dalam sehari,
pemberian pakan bisa berlangsung empat sampai lima kali. Keterlambatan
pemberian pakan, juga pemberian pakan dengan frekuansi hanya dua sampai
tiga kali, akan mengakibatkan sebagian lele mengalami kelambatan
pertumbuhan, sementara sebagian lain akan tumbuh dengan sangat pesat.
Akibatnya akan terjadi kanibalisme. Lele yang kontet menjadi mangsa lele
yang pertumbuhannya sangat pesat. Individu lele yang sering melakukan
kanibal, akan tumbuh lebih pesat lagi hingga potensial untuk memangsa
teman-temannya lebih banyak lagi.
Harga dedak halus, saat ini Rp
800,- per kg. (kering). Harga ampas tahu sekitar Rp 150,- (basah).
Harga ayam mati Rp 1.000,- per ekor bobot 1,5 kg. kotor atau 0,75
kg.daging. Menir atau jagung giling Rp 1.500,- per kg. Tepung tapioka
Rp 2.000,- per kg. Vitamin-vitamin senilai Rp 50,- per kg. ramuan.
Dengan komposisi dedak halus, ampas tahu dan menir 20%, ayam 35% dan
tepung tapioka 5%, maka nilai pakan dengan bobot 10 kg adalah Rp
10.900,- atau per kg. basah Rp 1.140,- Biaya produksi (tenaga kerja +
bahan bakar) sekitar Rp 200,- per kg. Hingga total nilai pakan Rp
1.340,- bobot basah atau bobot kering Rp 2 000,- Dengan asumsi harga
pakan pabrik Rp 2.500,- per kg, maka harga pakan ramuan sendiri ini
lebih murah Rp 500,- per kg. Harga lele di tingkat peternak, saat ini Rp
5.500,- dari harga tersebut, peternak mengambil marjin sekitar 20%,
hingga harga pokoknya Rp 4.400,- Dari harga pokok tersebut, sekitar 70%
atau Rp 3.080,- merupakan nilai pakan. Harga ini menggunakan patokan
perhitungan pakan pabrik dengan bobot 1,232 kg. Apabila menggunakan
pakan ramuan sendiri dengan nilai Rp 2.000,-per kg, maka nilai pakan itu
hanya Rp 2.464,- Berarti, dari tiap kg. ikan lele yang diproduksi
menggunakan pakan ramuan sendiri, peternak memperloleh tambahan marjin
Rp 616,- Dengan volume pembesaran lele 10 ton dalam jangka waktu 3
bulan, maka marjin tambahan yang bisa diperoleh peternak dari penggunaan
pakan tambahan adalah Rp 6.160.000,-
Perhitungan ramuan pkan
dengan konversinya pasti akan sangat bervariasi, tergantung lokasi
peternakan dan kejelian peternak untuk memperolehbahan pakan yang
berkualitas sama baik tetapi dengan harga yang jauh lebih murah.
Kelebihan penggunaan pakan buatan sendiri adalah, peternak bisa mengatur
komposisi protein hewani maupun nabatinya, sesuai dengan ketersediaan
bahan yang ada. Peternak juga bisa mempertinggi prosentase protein
hewaninya agar pertumbuhan lele bisa dipercepat, namun tanpa terlalu
besar menambah beban biaya pakan akibat pembengkakan nilai protein
hewani terebut. Ini semua memerlukan kejelian yang luarbiasa, hingga
keong sawah atau darat, kepompong ulat sutera dan cacing tanah misalnya,
akan mampu memperbesar marjin. Pemeliharaan cacing tanah, paling tinggi
hanya boleh menghabiskan biaya produksi Rp 2.000 per kg. Ini
dimungkinkan sebab komponen pakan cacing adalah limbah organik. Meskipun
nilai gizi cacing tanah terlalu tinggi untuk dimanfaatkan bagi
pembesaran lele. Cacing tanah lebih cocok untuk pakan pembesaran ikan
yang nilai ekonomisnya juga lebih tinggi dari lele.
(R) * * *
No comments:
Post a Comment