Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo saat duduk bareng bersama Forum
Mahasiswa Teknik Sipil Jakarta (FMTSJ), Rabu (7/11/2012). Dalam
kesempatan ini para mahasiswa menuntut Jokowi menyelesaikan masalah
banjir di Kampung Apung, Cengkareng, Jakarta Barat, yang selalu datang
sejak 23 tahun lalu.
JAKARTA, KOMPAS.com — Setelah 22 tahun mengalami banjir permanen, baru kali ini gubernur DKI Jakarta mendatangi kampung Apung, Jalan Kapuk Raya, Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat.
Kampung ini dahulunya bernama Kampung Teko. Namun sejak tahun 1990, banyak bangunan pabrik berdiri sehingga Kampung Teko menjadi banjir dan berubah nama menjadi Kampung Apung.
Kedatangan Joko Widodo atau Jokowi ke Kampung Apung terbilang mendadak. Pasalnya, tidak terlihat pegawai dari wali kota, kecamatan, ataupun kelurahan. Ia mendatangi kampung ini untuk melihat lokasi banjir yang tidak pernah surut terus-menerus.
"Tadi Pak Jokowi datang ke sini. Kata dia, ini kan kampung sudah bagus, ada budidaya lele, kenapa harus dikeringin?" kata Juhri, Ketua RW 10, Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat, menirukan ucapan Jokowi, Kamis (15/11/2012).
Juhri menjawab, kekecewaan warga belum bisa terobati jika banjir tidak bisa dihilangkan. Budidaya lele masih bisa diteruskan jika kampung dikeringkan.
Dengan mengeringkan Kampung Apung, budidaya lele akan bisa diperluas. Lagi pula, air yang digunakan untuk budidaya bukan dari yang menggenang di pemukiman tersebut, melainkan air yang disalurkan melalui jet pump.
"Kalau air yang menggenang itu kan sudah terkontaminasi. Ada campuran deterjen, limbah; lele-nya gimana bisa hidup," ungkapnya.
Dengan situasi banjir permanen ini pula, tak hanya korban harta yang dialami warga. Banjir permanen juga sudah merenggut nyawa dua bocah yang tinggal di sekitar Kampung Apung.
Untuk itu, warga meminta agar kampung ini tetap dikeringkan. Area pemakaman bisa dialihfungsikan sebagai sekolah. Terlebih lagi, SMA di Kampung Apung terbilang jauh sehingga banyak anak yang putus sekolah.
Juhri juga bicara kepada mantan Wali Kota Solo itu mengenai masalah terbengkalainya saluran air dan rumah pompa yang dibangun oleh Sudin PU Tata Air Jakarta Barat.
Pada tahun 2011, Sudin PU Tata Air memiliki anggaran Rp 14.750.000.000 untuk membangun saluran dan pompa. Akan tetapi, semua sarana yang dibangun tetap terbengkalai.
Rumah pompa yang diminta oleh warga yang mengalami banjir permanen di RW 01 malah dibangun di RW 04. Jarak yang ditempuh bisa mencapai 1,5 km.
Dengan jarak seperti itu, air tidak bisa disedot oleh rumah pompa. Akhirnya, rumah pompa tersebut tidak digunakan dan tidak berfungsi bagi warga. Belum lagi, saluran air tidak pernah diselesaikan.
Pada tahun 2011 pernah dianggarkan, kemudian sempat terhenti. Kemudian 2012 kembali dianggarkan, tetapi sampai akhir tahun, saluran air di Kampung Apung masih saja terbengkalai.
"Saluran airnya nggak pake digali lagi kemarin. Cuma dicor-cor aja. Gimana ngga mau tetep banjir. Akhirnya sampah-sampah yang terbawa arus banjir juga mengendap di saluran air," kata Juhri.
Joko Widodo yang hadir sekitar 30 menit di Kampung Apung menanyakan keinginan warga melalui Ketua RW. Juhri juga sempat diajak mengobrol empat mata oleh Jokowi.
Ketika mengobrol, ia menyampaikan segala hal yang ingin ia sampaikan terkait pengeringan Kampung Apung. Ketika mendengar anggaran tahun 2011, Jokowi merasa terkejut karena, anggaran besar, tetapi saluran tidak selesai.
Ia berencana memanggil Sudin PU Tata Air Jakarta Barat yang menangani proyek pembangunan rumah pompa dan saluran air ini.
"Tadi juga Pak Jokowi bilang akan ada timnya dari pemprov yang akan datang dan mendata jumlah warga yang terkena banjir di sini," tambahnya.
Kampung yang dihuni oleh 200 kepala keluarga ini langsung terlihat ramai ketika Jokowi mengunjungi lokasi tersebut. Warga merasa antusias dengan kunjungan gubernur yang baru menjabat selama 1 bulan di Jakarta tersebut.
"Tadi datangnya juga enggak pakai voorijder. Biasa aja semuanya, tahu-tahu sudah ramai sama rombongan Pak Jokowi," kata Yuli, warga sekitar lokasi Kampung Apung. Kampung Apung sendiri sudah menghabiskan lantai satu rumah.
Mayoritas warga saat ini tinggal dil antai dua rumah mereka. Rumah warga yang saat ini mereka huni mayoritas sudah diuruk setinggi 2 meter.
Warga yang tidak memiliki uang untuk menguruk memilih meninggikan rumah dengan kayu dan akhirnya menjadi semacam rumah panggung.
Sumber: Kompas
No comments:
Post a Comment