Cari di Blog Ini

Lele Kaleng Buatan Unair

Oleh: Mohammad Zainuddin
Lele kalengan mungkin masih asing di telinga karena di pasaran memang masih langka. Tapi di lingkungan Universitas Airlangga, kemasan lele ini sudah dikembangkan. Bahkan sejak diproduksi pada 2009 lalu, disediakan ukuran besar dan kecil. Sejauh ini produksinya memang masih terbatas, hanya 100 kaleng saja.
Warga yang ingin menikmatinya, tidak perlu mengeluarkan dana. Beberapa dosen Unair siap mengajari cara pembuatannya.
Ide pembuatan lele kaleng ini bermula saat beberapa dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) Universitas Airlangga (Unair) berkunjung ke Desa Kanor, Kecamatan Kanor, Bojonegoro akhir 2009 lalu. Selain memiliki potensi jati, ternyata Bojonegoro juga memiliki potensi bekicot dan lele. Bahkan peternak bekicot sudah mengekspor produknya ke manca Negara.
Sayangnya tidak ada satu pun peternak lele yang berorientasi ekspor. Hasil ternak mereka hanya dikirim ke wilayah Indonesia saja. Di sisi lain, jumlah penderita gizi buruk dan gondok di Bojonegoro masih sangat tinggi.
Menurut Wakil Dekan I FPK Unair, Amin Alamsjah, kandungan protein dan iodium dalam lele bisa mengobati gizi buruk dan gondok. Melihat kondisi ini, Amin berpikir kekurangan peternak lele adalah pengemasan penjualan.
Selama ini lele langsung dijual berupa daging segar. Tidak ada satu pun peternak yang berinisiatif menjual lele dalam bentuk olahan. Padahal dengan menjual dalam bentuk olahan, diyakini penjualannya bisa sampai ke luar negeri. “Akhirnya saya mencoba mengemas dalam kaleng seperti ini,” kata Amin sambil menunjukkan lele kalengan kreasinya.
Diakuinya kandungan protein dan iodium lele masih kalah dengan sarden. Sebab kandungan gizi ikan laut memang lebih tinggi ketimbang ikan air tawar. Untuk menyiasati, dalam mengemas lele kalengan itu dia mencampurnya dengan rumput laut. Rumput laut memiliki kandungan karbohidrat, protein, sedikit lemak, sumber berbagai vitamin, dan mineral.
Untuk mengemas dalam kaleng, diakui bukan pekerjaan mudah. Amin harus keliling Bojonegoro mencari perusahaan yang bersedia membantu pengemasan. Setelah menemukan perusahaan tersebut, Amin tidak bisa langsung minta bantuan untuk mengemas lele dalam kaleng. Dirinya harus rela menunggu sampai perusahaan itu tidak beroperasi untuk memenuhi targetnya. Setelah ada waktu luang, dirinya hanya mengemas sebanyak 100 kaleng saja untuk uji coba.
Ternyata uji coba ini mendapat respon positif dari berbagai pihak. Misalnya pihak FPK Unair yang setelah mencicipi lele kaleng itu langsung mendorong agar produk tersebut segera dipatenkan.
Dorongan serupa juga dilontarkan Walikota Surabaya Tri Rismaharini, dan istri Gubernur Jatim, Nina Kirana saat mengetahui lele kaleng tersebut dalam sebuah pameran akhir Desember lalu. Amin mengaku tidak segera mematenkannya dengan alasan khawatir merugikan warga, terutama warga Desa Kanor yang memberinya inspirasi. “Kalau mau membuat produk serupa kan harus membayar. Kalau warga situ (Desa Kanor) mau membuat juga, apa perlu membayar,” tambahnya.
Di sisi lain dirinya khawatir bila tidak segera mematenkannya, banyak perusahaan besar yang langsung menyerobot sebagai pemilik hak produksi setelah mematenkannya. Misalnya tahu dan tempe yang sudah dipatenkan negara asing, padahal produk ini sudah diproduksi secara turun temurun di Indonesia. Sebenarnya dirinya tidak mempermasalahkan bila ada warga yang memproduksi lele kaleng serupa. “Bahan-bahan yang digunakan mudah ditemukan. Tidak masalah kalau ada warga yang mau membuatnya. Tapi kalau sudah dipatenkan oleh perusahaan besar, itu yang masalah,” tandasnya.
Karena baru diproduksi sebanyak 100 kaleng dan dibagikan gratis, lele kaleng belum bisa ditemukan di pasaran. Tapi Amin membuka peluang bagi warga yang ingin menikmati lele kaleng tersebut. Dirinya siap mengajari warga membuat lele kaleng atau ikan lain yang dikemas dalam kaleng. Diterangkannya semua jenis ikan bisa dikemas dalam kaleng. “Produk pengeringan di Kenjeran itu sudah bagus. Kalau bisa diolah lagi, saya yakin tambah bagus. Saya berharap ikan kaleng selain sarden ini bisa menyaingi Thailand karena sumber daya kita yang berlimpah,” ungkap Amin.

3 comments:

UNAIR said...

assalmuaaikum
saya sangat berminat untuk belajar inovasi bapak amin, saya memiliki kelompok tani yang mmbudidayakan lele, alhamdulillah mnghasilkan 1-2 to/bulan....
saya ingin mngembangkan usahakan masyarakat d`daerah saya sumatera utara dgn inovasi yg bpk amin lakukan.
mohon informasi kmana saya bsa brdiskusi mngenai inovasi tersebut...< trim`s, sya tunggu kabar baikny. 082164663592..wassalam

Anonymous said...

UNAIR said...
assalmuaaikum
saya sangat berminat untuk belajar inovasi bapak amin, saya memiliki kelompok tani yang mmbudidayakan lele, alhamdulillah mnghasilkan 1-2 to/bulan....
saya ingin mngembangkan usahakan masyarakat d`daerah saya sumatera utara dgn inovasi yg bpk amin lakukan.
mohon informasi kmana saya bsa brdiskusi mngenai inovasi tersebut...< trim`s, sya tunggu kabar baikny. 082164663592..wassalam

Anonymous said...

UNAIR said...
assalmuaaikum
saya sangat berminat untuk belajar inovasi bapak amin, saya memiliki kelompok tani yang mmbudidayakan lele, alhamdulillah mnghasilkan 1-2 to/bulan....
saya ingin mngembangkan usahakan masyarakat d`daerah saya sumatera utara dgn inovasi yg bpk amin lakukan.
mohon informasi kmana saya bsa brdiskusi mngenai inovasi tersebut...< trim`s, sya tunggu kabar baikny. 082164663592..wassalam

Posting Populer