Kawasan
penyangga Cagar Biosfer Giam Siak Kecil dioptimalkan untuk perekonomian
masyarakat. Salah satunya dengan budidaya Ikan Lele.
Riauterkini-BENGKALIS- Sinarmas Forestry melalui anak perusahaan PT
Sekato Pratama Makmur (SPM) gandeng perguruan tinggi (PT) Universitas
Islam Riau Pekanbaru, mengembangkan budidaya ikan berkumis
(catfish) di sekitar kawasan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil (GSK)
Desa Temiang Kecamatan Bukitbatu Kabupaten Bengkalis.
Salah satu dari pilot project pemanfaatan kawasan di daerah
tersebut sejak November 2011 silam, ternyata membuahkan hasil yang
menggembirakan. Kelompok tani yang diberdayakan melalui sejumlah
bantuan mulai dari bibit, fasilitas ternakan serta pendampingan secara
terus menerus.
Dari 32.000 bibit yang diberikan secara cuma-cuma kepada kelompok tani
berjumlah 7 orang kepala keluarga, setidaknya rata-rata mampu
menghasilkan pendapatan keluarga di luar pekerjaan utama hingga
mencapai Rp 1,4 juta perbulan.
Produk unggulan utama dalam pemanfaatan kawasan ini, adalah budidaya
dan pembesaran ikan baung dan ikan lele di kolam tadah hujan atau
kolam yang terbuat dari terpal. Desa Temiang sebagai desa binaan,
melalui pola kerjasama coorporate social responsibility (CSR)
PT SPM dan Kelompok Studi Perairan Perairan Faperta UIR tentang
pengembangan dan budidaya ikan berkumis ini, dalam kurun waktu hingga
3 (tiga) bulan sudah memanen sebanyak tiga kali.
"Dari bibit yang dibantu hingga perelatannya dan bimbingan kepada
kami, sudah bisa mendapat keuntungan bersih sekitar Rp 1,4 juta setiap
bulan. Bahkan yang merawat bukan saya tapi istri saya dan anak saya,
seperti memberi makan," ujar salah seorang anggota kelompok tani,
Zainal saat berbincang dengan riauterkini.com di kediamannya, Kamis
(25/4/12).
Sementara itu, Ketua Kelompok Studi Perairan Perairan Faperta UIR DR
Agusnimar, mengungkapkan, budidaya ikan tersebut memiliki potensi yang
cukup besar seperti ikan baung ataupun lele. Diakuinya, kendala utama
dalam project ini adalah bagaimana cara menanamkan pola pikir
atau mindset dari warga agar berkemauan untuk bekerjasama dalam
meningkatkan pendapatan keluarga melalui program tersebut.
“Ini yang saya rasa paling sulit adalah menanamkan pola pikir agar
memiliki kemauan untuk mau diajak bekerjasama. Boleh dibilang program
ini sangat diharapkan bekerja dan maju secara berjama’ah. Karena
program ini juga harus ada komitmen warganya sendiri, dan kita hanya
pendamping. Langkah pertama berjalan lancar kemudian modal yang gratis
bisa dikembangkan oleh warga itu sendiri,” paparnya.
Ditambahkan Agustiar, program pembudidayaan ikan ini merupakan bentuk
pengabdian kepada masyarakat. Selama program ini berlangsung, pihaknya
bersama perusahaan tidak pernah memberikan masyarakat dalam bentuk
uang, tapi dalam bentuk barang seperti bibit, jaring, pakan dan tenaga
pemdamping.
“Selain merubah pola pikir masyarakat, kita harapkan merangsang
masyarakat bahwa budidaya ikan air tawar ini cukup menjanjikan dalam
upaya meningkatkan ekonomi. Konsep pengolahan bersama hingga
pemasarannya juga bersama-sama,” harapnya.
Humas Sinarmas Forestry, Nurul Huda menambahkan bahwa program ini
merupakan bagian dari fungsi Cagar Biosfer GSK, salah satunya adalah
dalam upaya meningkatkan ekonomi kerakyatan secara
berkelanjutan.
"Tentunya dengan adanya GSK, ada manfaat dalam meningkatkan ekonomi
masyarakat yang tinggal di sekitar cagar biosfer. Daerah sekitar dapat
diberdayakan, ekonomi warga meningkat, penebangan hutan pun tidak ada
dan hutan kita tetap terjaga," katanya.***(dik)
Cari di Blog Ini
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Posting Populer
-
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air Tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau ...
-
Mengingat pentingnya empan dan banyaknya pertanyaan seputar pakan, maka kami berikan sedikit informasi tambahan mengenai pelet ikan lele tip...
-
Minggu, 15/05/2011 13:30 WIB Surabaya - Bagi Anda penggemar lele, tidak ada salahnya mencoba menu yang satu ini. Sajian menu lele k...
No comments:
Post a Comment